Bagiku, Sindoro Sumbing Selalu Istimewa

Thursday, November 19, 2015




Aku menarik selimutku lagi, hawa dingin begitu menusuk tulang, membuat persendianku sedikit ngilu, selimut dan bantal terasa membisikiku agar tak segera beranjak dari sini, tetap tidur, mengabaikan suara alarm yang sejak tadi telah berdering, menagih janji untuk ke Posong pagi ini.

"Ayoo bangun, ga usah ke Posong ya udah siang, ga dapet sunsrise juga" kataku.

Nanda mengangguk, tandanya dia setuju.

Pagi itu, sekitar pukul 7 pagi, matahari sudah bersinar tinggi, tak kudapati lagi semburat orange di ufuk timur, ah, dinginnya lereng Sindoro pagi itu menggagalkan niatku berburu sunrise pagi ini, lebih dari 18 tahun aku tinggal disini, hingga aku hafal setiap detailnya, tapi sekarang berbeda, aku selalu saja aku kedinginan, tetap menggigil dan tetap malas untuk beranjak dari tempat tidur setiap kali pulang. Ya... Pagi itu aku pulang ke rumah, di lereng gunung Sindoro, tepatnya Lengotono, Lengotono merupakan sebuah dusun di Kecamatan Bansari, kecamatan tertinggi sisi timur Sindoro. Dari kecamatan Bansari ini juga pendakian gunung Sindoro via Bansari dimulai, yaitu dengan pengelola bernama Kompas.

Cukup cuci muka, berganti pakaian, memakai bedak tipis dan sedikit parfum, ah, itu sudah cukup buatku, tak ada nyali untuk mandi sepagi ini disini, bisa membeku nanti tubuhku. Setelah siap, kami segera berangkat. Pagi ini aku berniat mengajak Nanda ke Embung Kledung, sebagai permintaan maafku karena tak jadi mengajaknya ke Posong, ah jangan salahkan aku jika aku jadi mengajaknya ke Posong, salah siapa pagi ini udara terasa begitu dingin.

Perjalanan dari rumah sampai Embung Kledung tak begitu lama, sekitar 30 menit, rute yang kami lewati adalah Bansari turun, perempatan putian belok kanan menuju SMK Bansari, kemudian ambil kanan lagi menuju Wonosobo, perjalanan sampai Kledung berjalan lancar, jalannya sudah aspal mulus, meskipun jalannya sedikit berliku - liku. Aku sedikit lupa jalan masuk menuju Embung, hanya bermodalkan instingku yang sebenarnya tidak begitu bagus.

Aku sudah bersusah payah memutar otak untuk mengingat jalan, namun setelah beberapa saat tak ada hasil yang memuaskan, akhirnya kami memilih untuk bertanya kepada bependuduk setempat, setelah berbincang - bincang, ngopi - ngopi dan makan cemilan, eh.., bertanya maksudnya, kami di suruh untuk putar balik, dan mencari papan bertuliskan Embung Kledung.

Kami putar balik mengikuti saran Ibuk paruh baya yang kami temui tadi, tak begitu jauh, hanya sekitar 200 meter kami sedah menemukan papan yang dimaksud, sebuah papan berisi tanda panah ke Kiri dan deretan huruf berjajar membentuk kalimat Embung Kledung, untung saja font tulisannya biasa saja, bukan ala anak - anak alay, jadi Aku bisa langsung memahami makna kalimat itu, kami mengambil arah kiri sesuai saran dan petunjuk yang di rekomendasikan, belum juga 100 meter kami belok perasaanku sudah mulai tak enak, kami harus berjuang keras mewati jalanan batu, kalau bahasa belandanya "TRASAHAN", berupa tatanan batu yang disusun sedemikian rupa, supaya terlihat rata, walaupun pada kenyataannya tetap saja banyak yang berlubang dan rusak tatanannya, untung saja Nanda tidak sedang hamil, jadi aku tak perlu kuatir untuk bertanggung jawab atas resiko janinnya karena goncangan yang maha dahsyat.

Setelah berjuang mati - matian, dan tak lupa diiringi dengan do'a yang henti - hentinya kami panjatkan, akhirnya kita menemukan sebuah jajaran tulisan EMBUNG KLEDUNG, akhirnya perjuangan kita tak sia - sia Nanda, cantiknya Gunung Sindoro sudah di pelupuk mata, dan coba tengoklah ke belakang, Sumbing tengah berdiri dengan gagahnya.


Kami berlari menaiki anak tanga, disambut dengan pantulan sinar matahari yang jatuh pada beningnya air embung terlihat yang begitu mempesona, perpadua yang menarik air, cahaya matahari, kicauan burung, dinginnya udara pagi dan view gunung Sindoro Sumbing, ah... Pagi yang menyenangkan, coba ada suara gemericik air disini, di tambah secangkir kopi panas dan di temani dengan tempe mendoan, pasti menjadi pagi yang sempurna.

Sindoro
Embung Kledung ini sebenarnya hanyalah sebuah dam atau tampungan air yang sengaja di buat oleh penduduk setempat, lokasinya berada di tengah lahan pertanian warga, mungkin sengaja di buat untuk menyimpan cadangan air untuk lahan pertanian mereka, tapi karena lokasi dam yang bagus dengan view yang indah, akhirnya banyak pengunjung yang datang kesini, dan itupun penyebarannya hanya dari mulut ke mulut, tanpa promosi yang gencar.

Sumbing
Sebenarnya ini bukan kali pertama Aku kesini, sudah ketiga kalinya malah, tapi tetap saja aku suka tempat ini, tempat yang pas untuk melamun dan berimajinasi, dan mungkin tempat yang pas untuk mencari inspirasi untuk menulis, karena tempatnya yang jauh dari bisingnya kota, ya walaupun sebenernya disini sudah ramai juga sih, karena sudah dibuka untuk wisata, jadi jangan heran kalau di sini banyak orang pacaran.

Tempat ini sudah banyak berubah dari 2 tahun lalu ketika aku pertama kesini, selain volume air yang berkurang, karena memang efek musim kemarau panjang, disini juga banyak di temui sampah - sampah yang di buang sembarangan, entah karena memang ga ada tempat sampah atau karena mereka sudah lupa akan pelajaran ketika SD, dimana Ibu guru selalu mengingatkan dengan sabarnya, buanglah sampah pada tempatnya, karena memang lebih mudah melupakan materi pelajaran daripada melupakan mantan.

Selain itu, banyak pula coretan tip-x dan spidol, apa gunanya juga mereka menulis disini, seperti si Bagus atau Tiara ini nulis "Bagus Love Tiara" disini, toh itu juga ga menjamin kalian bakalan hidup bahagia selamanya seperti cinderella, apalagi menjamin kalian masuk surga, bukan hanya ada satu atau dua tulisan seperti itu, ada banyak sekali, bahkan mungkin ribuan, miris memang, mereka memiliki uang untuk jalan - jalan, untuk pacaran, tapi mereka tak mampu untuk membeli kanvas, untuk media menyalurkan hobby menggambarnya, sayang sekali tempat wisata yang sebenarnya bagus, berkurang nilai estetikanya hanya karena ulah tangan - tangan jahil, semoga kaliah segera diberi hidayah untuk bertaubat.

Tempat favoritku disini adalah diatas embung, duduk di bawah pohon, membelakangi Sindoro, menghadap bendungan dengan view Sumbing di depan mata, dari sini bisa melihat seluruh bagian embung, di sini juga tak terlalu ramai, karena rata - rata pengunjung hanya duduk di sekeliling bendungan, jadi bisa lebih leluasa kalau mau melamun.




You Might Also Like

1 komentar