"Iki buntut opo sirah?" Tanyaku kepada kedua temanku yang tengah meraba - raba jalanan, maklum saja kami bertiga sama sekali tidak membawa senter, hanya dibantu senter HP yang nyalanya ala kadarnya.
****
Setelah beberapa kali nyasar dan beberapa kali menggunakan GPS (Gunakan Penduduk Setempat) akhirnya bangunan yang kita cari ketemu juga, ya sebuah bangunan berbentuk burung, yang sebenernya lebih mirip ayam dan lebih terkenal dengan sebutan gereja ayam.
Namun karena hari sudah sangat larut, kamipun lantas terus naik untuk mencari tempat camp, bergegas meninggalkan bangunan tua yang terlihat sangat menakutkan ketika malam hari itu.
Berdasarkan informasi yang di dapat, kami bisa camp di bukit belakang gereja ayam, bukitnya tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 15 menit dengan berjalan kaki, disini sama sekali tidak ada hutan pinus, hanya ada beberapa pohon jambu mete (mungkin milik perhutani). Setelah kita melihat sekeliling akhirnya kita memutuskan untuk camp di tempat yang menurut kami datar dan paling tinggi.
Karena tak satupun dari kami membawa kompas, akhirnya setelah berdepat panjang kita mendirikan tenda ke arah timur (menurut kami) agar bisa melihat sunrise dari depan tenda, namun ternyata dugaan kami keliru, tempat yang menurut kami tepat ternyata 100 % keliru, karena sebenarnya posisi tenda kami menghadap ke selatan dan sama sekali tidak mendapat view sunrise yang kami cari.
Konon di daerah sini ada lokasi terbaik untuk melihat sunrise dengan backround gereja ayam dan Candi Borobudur yaitu punthuk sitembu, sekitar 10 menit berjalan kaki melewati hutan jika dari gereja ayam, sayangnya kita tidak menemukan punthuk sitembu karena keterbatasan senter yang kami bawa.
Purwosari Hills |
Sunrise Purwosari Hills |
Akhirnya kita melihat view sunrise dari purwosari hills, sayangnya kami kesiangan, alhasil cuma dapet sunrise galau kayak pagi ini. Setelah selesai menonton sunrise, kamipun bergegas untuk sarapan dan kemudian packing, kemudian segera turun dan mampir sebentar ke Gereja Ayam.
Dugaankupun tepat, sesampainya di gereja ayam ternyata tempatnya sudah ramai, banyak rombongan muda mudi yang tengah asyik berfoto atau sekedar mengobrol di depan gereja.
Gereja Ayam |
Bagunannya terlihat tua namun kokoh, didalamnya hanya sebuah ruangan luas yang kosong namun sangat berdebu, ada beberapa tumpukan material dan juga bambu disini.
Gereja ayam ini memiliki 5 bagian bangunan yaitu :
1. Ruang bawah tanah.
Bagian terbawah dari bangunan ini, berisi kamar - kamar, menurut cerita ruangan ini awalnya dibangun dengan tujuan tempat istirahat jika ada tamu dari luar kota, sayangnya kami tidak bisa masuk karena dikunci sengaja dikunci oleh penjaga gereja agar tidak disalah gunakan oleh pengunjung.
2. Badan ayam.
Yaitu sebuah ruangan yang palibg luas luas dibanding tempat lainnya, kalau di lihat bentuk ruangannya, tempat inilah yang akan dijadikan sebagai tempat berdo'a atau tempat utama untuk aktivitas jamaat gereja.
Bagian utama gereja |
3.Leher Ayam.
Sebuah ruangan yang bisa dicapai dengan tangga dari papan, terdapat banyak jendela berbentuk segitiga, dari sini kita bisa mengintip pemandangan, san dari sini pula kita bisa melihat ekor ayam.
Disediakan tangga untuk naik |
4. Kepala Ayam.
Ruangan yang lebih kecil dibandingkan leher ayam, dari sini kita bisa melihat pemandangan berbukit di depan gereja melalui mulut ayam, jadi kita terlihat seperti berada di dalam mulut ayam.
Mulut ayam |
5. Mahkota Ayam.
Yaitu bagian tertinggi atau puncak dari tempat ini, hanya berupa banguban lingkaran tak beratap, dari sini terlihat bukit - bukit yang mengelilingi gereja, termasuk punthuk sitembu dan Purwosari Hills, jadi kemungkinan dari sini juga bisa mendapatkan sunrise yang bagus dengan view candi Borobudur.
Selfie dulu di mahkota ayam |
Mahkota ayam, bagian tertinggi bangunan |
Berdasarkan artikel yang perbah saya baca, ada banyak sekali versi cerita mengenai gereja ayam ini, salah satunya gereja ini dibuat untuk tempat rehabilitasi, namun tidak dilanjutkan karena terkendala dalam biaya, namun menurut cerita Bapak yang saya temui di parkiran, gereja ini tidak dilanjutkan pembangunannya karena terkendala izin, karena mayoritas warga sekitar bukit Rhema ini muslim, sehingga warga tidak setuju jika dibangun gereja di sekitar pemukiman mereka.
Gereja ini juga sedang terus dilakukan pembenahan, biayanya berasal dari uang tiket masuk gereja, yaitu sebesar Rp. 5.000,- untuk wisatawan lokal dan Rp. 10.000,- untuk wisatawan asing.
Jangan lupa bayar ya !!! |
Penduduk setempat |
Dulunya Gereja Ayam ini hanya bangunan tua yang terbengkalai, namun seiring berjalannya waktu semakin banyak pengunjung yang datang, sehingga warga sekitar berinisiatif untuk mengelola tempat ini, semoga pemerintah kabupaten Magelang membuka mata untuk potensi wisata yang satu ini, sehingga pembenahan dan perbaikannya bisa segera selesai, sehingga suatu saat bisa menjadi icon kabupaten Magelang yang wajib dikunjungi selain Candi Borobudur.